Pages
Jumat, 18 Desember 2009
Menunggu Senja
Setiap kita pasti pernah melintasi dermaga kala fajar maupun senja.
Seperti juga lelaki dengan hati yang tinggal separuh.
Lelaki itu akhirnya pergi meninggalkan dermaga saat senja.
Ia memutuskan untuk pergi, bukan karena ia tidak menyukai senja yang nampak lucu dengan goresan-goresan oranye keemasan.
Tetapi ia tahu bahwa akan ada malam yang akan membungkus senja dengan hitam dalam satu sapuan manis.
Dan lelaki itu tak lagi ingin terperangkap oleh gelap untuk ke sekian kalinya, sendirian.
Lelaki itu melangkah pergi kemudian berlari ketika birunya langit sedang dirobek.
Ketika goresan-goresan oranye sedang dicabik oleh kelamnya malam.
Ia berlari berlindung dari hitamnya malam.
Dari kelam yang dapat menjatuhkannya ke dalam lubang hitam.
Dari hitam yang pasti menikam jiwanya pelan-pelan.
Kepergian lelaki itu bukanlah secara tiba-tiba.
Bahkan ia telah menunggu senja ini sejak lama.
Dan ketika senja yang ditunggunya itu akhirnya datang, ia pun tersenyum bahagia.
Ia pikir, senja yang dilihatnya kali ini akan bertahan selamanya.
Tetapi senja yang dilihatnya bukanlah senja yang selalu setia dengan gurat-gurat jingga keemasan.
Ternyata senja ini juga menurunkan gelap. Menurunkan hitam. Menurunkan kelam.
Tidak aneh ketika lelaki itu memutuskan untuk meninggalkan senja.
Ia tahu sang hitam akan menyelimutinya dalam kepedihan yang berkepanjangan.
Sekali ia terjatuh dalam lubang hitam, sulit baginya untuk memanjat keluar.
Karena itu ia terus berlari, membiarkan rintikan hujan meluluhkan semua asa yang terpancar dari bola matanya.
Bagaimanapun, lelaki itu tidak pernah menyesal telah menyapa senja.
Ia pernah menyaksikan guratan senyuman senja yang keemasan dari atas dermaga.
Tentu, lelaki itu masih percaya bahwa akan ada senja yang mampu tinggal selamanya.
Tetapi untuk sementara waktu, lelaki itu tak ingin memandangi senja.
Terlalu menyakitkan baginya menanti senja yang menyembunyikan tikaman malam.
Jadi, lelaki itu mengumpulkan semua sisa-sisa senja yang ada dan menenggelamkannya ke dalam lautan.
Biarlah senja itu menguap bersama lautan, kemudian turun lagi bersama hujan.
Tetapi, suatu hari lelaki itu pasti akan kembali untuk melihat senja.
Dan ketika lelaki itu tengah memandangi senja, detik seakan-akan berhenti, dan senja akan bertahan selamanya.
Created by Langit Senja from Facebook
Diposting oleh
Ftr.Orwiantari
di
17.06
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
Puisi